Apa yang terjadi ketika anak berumur 6 tahun dengan imaginasi super aktif berteman dengan seekor harimau penggemar tuna kalengan? Bersama mereka menjadi partner in crime yang sempurna.
Beberapa tahun lalu temenku, Mas Himawan, ngasih tau soal komik Calvin & Hobbes, karya Bill Watterson. Komik ini bercerita soal Calvin, seorang anak tunggal berumur 6 tahun. Calvin sendiri sepertinya punya imaginational overexcitability, yaitu imaginasi yang begitu aktif dengan visualisasi yang luar biasa. Alhasil, begitu bosen sedikit maka Calvin langsung hilang ke dunia imaginasinya. Untungnya, ayah dan ibu Calvin sangat sabar (meskipun agak konservatif sih).
Nah, tau kan kata orang-orang bahwa buku itu akan berubah bila kita membacanya lagi? Ibarat sungai, walaupun kita melewati sungai yang sama namun airnya berbeda, kondisinya berbeda, nuansa diri kita mungkin juga berbeda saat melewati sungai itu lagi. Buku konon juga demikian. Sebab mungkin kita membacanya dengan persepsi yang berbeda atau kita sudah memiliki pemahaman yang lebih baik soal tema terkait jadi lebih nyambung, atau ya alasan lainnya lagi. π Namun terus terang, aku belum pernah mengalami hal itu dengan buku. (Yah mungkin karena aku jarang baca buku sih. Masak target Goodreads baca 20 buku di 2013 aja gagal. *huuu* -__- )
Beda dengan Calvin & Hobbes. Aku sudah baca komik ini di 2 waktu dan keduanya memberi kesan yang berbeda. Pertama kali membaca komik ini, aku merasa si Hobbes adalah harimau ajaib yang hanya menampakkan diri pada Calvin dan menyamar sebagai boneka ketika ada orang lain di sekitar mereka. Yang kupikirkan waktu itu hanya betapa serunya hidup Calvin dan betapa menyenangkannya punya teman seperti Hobbes.
Ya memang Calvin konyol sih. Namun dia jujur dan begitu percaya diri dalam kekonyolannya. Selain itu, dia juga berusaha mewujudkan ‘mimpinya’ dan mau bernegosiasi demi memperoleh mimpinya itu. Oke kan? π Ini salah satu cerita yang paling aku suka,
Ketika membaca kedua kalinya, baru deh nangkep kalau Hobbes itu teman khayalan Calvin, jadi sebenarnya merupakan proyeksi diri Calvin sendiri. Kayak film Inception di mana Mal adalah proyeksi rasa bersalah Cobb pada istrinya. Kalau Hobbes sih mungkin lebih ke perasaan dan akal sehat Calvin, abis Calvinnya sendiri bandel minta ampun.
Selain itu, Calvin & Hobbes ternyata juga banyak menyentuh isu-isu mendalam soal pendidikan. Misalnya di cerita ini di mana Calvin memainkan satir bahwa pendidikan hanya menciptakan robot, orang yang diberi perintah tertentu dan menjalankannya sepenuh hati tanpa cela dan tanpa pemikiran kritis.
Kadang-kadang juga ada kritik pedas pada kinerja pemerintah. π
Sayang sih, Bill Watterson sekarang udah nggak bikin komik Calvin & Hobbes lagi. Namun, sebagai orang berprinsip (yang tampak dari Calvin yang berkarakter kuat), dia tetap meneruskan minatnya melukis meskipun sebenarnya bisa memperoleh banyak uang dari komik ini. Mungkin benar kata Einstein,
“Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value.”
Buat temen-temen yang tertarik, bisa baca komiknya di GoComics.com