Belajar Mengajar – Dr. Ancella Hermawan, MBA

Kelas Analisis Laporan Keuangan

Dua semester yang lalu, kita di Universitas Jember kedatangan Dr. Ancella Hermawan, MBA dari Universitas Indonesia. Beliau mengajar kelas Sistem Pengendalian Manajemen, kemudian Analisis Laporan Keuangan. Nah, kebetulan aku jadi dosen tandem di kedua kelas tersebut. Ini yang aku pelajari dari kelas beliau

#1 Expect the Best from Your Students

Terus terang sih aku sering ya liat kalimat ini, kalo kita kudu berekspektasi yang tinggi ke mahasiswa. Nah tapi aku rada nggak paham sih aplikasinya gimana. Baru ngeh setelah ikut kelasnya Bu Ancella ini. Emang gimana kelasnya?

Pada dasarnya sih presentasi kasus. Namun, Bu Ancella tuh nanya-nanya gitu dan nanyanya detail serta… susah 😂😂 Sebenernya sih yang ditanyain lebih ke logika berpikir konsep yang dijelasin sama mahasiswa sih, jadi ya sebenernya kan masih sangat fair questions. Cuman ya jadinya, untuk bisa jawab, kudu beneran baca dan ngerti, termasuk ngerti cara berpikir konsep itu gimana. Ini nih yang ekspektasi tinggi.

Misalnya nih rasio lancarnya bisa dapet 2,1 itu darimana? Bener nggak elemennya? Bagus nggak dalam konteks perusahaan atau industri itu? Kenapa? Bisa digali lebih dalem nggak analisisnya?

#2 Socratic Method

Ini aku nebak sendiri sih tapi katanya model pengajaran berbasis pertanyaan itu tuh namanya metode Sokrates. Socratic method ini awalnya diterapkan dalam pembelajaran soal moral ya. Namun, kupikir mungkin bisa juga diterapkan di sini soalnya Bu Ancella tuh kalo nanya itu sampai mengupas semua cara dan alasan berpikir kita gitu.

Enaknya sih, berhubung ini dasarnya kasus jadi ya lebih seru aja ngebahasnya. Plus, mahasiswa punya pegangan yang lebih kongkrit dibandingkan kalo ditanya-tanya soal teori kan.

#3 Terstruktur

Bu Ancella tuh kalo ngajar bener-bener terstruktur. Mulai dari jam yang selalu tepat waktu sampai ke pembahasan kasus yang selalu mulai dari awal, beliau ngasi pengantar, terus biasanya nanya sudah ngerti belum konsep dasarnya. Abis gitu nanti bisa dikaitkan sama pertemuan-pertemuan yang lalu, sama cerita akuntansi, atau sama teori besarnya.

Kadang kan kita sulit ya ngeliat sistem atau struktur yang bagus soalnya ya emang kalo bagus tuh justru nggak ganggu, nggak intrusive gitu. Bayangin kayak apps di hape. Sekarang kan rata-rata udah pada user friendly ya sampai kita nggak kepikiran. Nah tapi kalo ketemu app yang UI/UX nya jelek pasti langsung sedih gitu kan.. Di kasusku, aku yang selama ini random kalo ngajar jadi ngerasain ternyata orang kalo ngajar terstruktur tuh jadinya bagus banget ya. Menyenangkan banget bahkan cuman untuk liat aja ✨

(Review) Free HBS Online Course

Awal April kemaren aku daftar free course-nya Harvard Business School (HBS) Online. Well, seperti yang kita harapkan dari kampus bisnis ternama dunia, semua hal bener-bener ditangani secara profesional dan keren. Waktu daftar, misalnya, kita nggak cuma sign up seperti biasanya tapi juga perlu ngecek Honor Code sama Community Code-nya. Namun jangan salah, ini sama sekali nggak ribet karena semua disajikan dengan simpel.

Tampilan Dashboard HBS Online

Trus abis itu, karena pendaftarnya membludak, HBS Online menunda pelaksanaan course-nya selama 2 minggu. Mereka ngebagi pendaftarnya ke kelas-kelas yang lebih kecil (5.000! 😱) biar semuanya bisa dapat pengalaman yang maksimal. Niat yah 😍

Pas masuk kelasnya lebih kagum lagi karena pengaturannya yang rapi sekaligus profesional. Sesuai reputasinya sebagai program bisnis berorientasi praktik ternama dunia, HBS Online juga memaksimalkan penggunaan tools teranyar kayak visualisasi data dan peta interaktif dalam praktiknya mengelola kelas online ini. Uhm, tapi aku gak bisa ngasi gambar ya.. Soalnya nggak tau sejauh apa aku boleh sharing kelasnya mereka.

Nah, yang lebih seru lagi tentu kelasnya itu sendiri, khususnya kasus yang dipake buat belajar! Wah keren banget lah kasusnya HBS ini. Kekinian, detail, unik, dan yang lebih penting lagi fundamental dan esensial. Jadi, kalo pake istilahnya orang akuntansi, substansinya dapet form-nya pun juga.

Kalo udah kelar kelas HBS Online ini, aku jadi pengen nyobain kelas-kelas online lainnya 😍

Kamu sendiri gimana? Seasik apa pengalamanmu dengan kelas online?

5 Channel YouTube yang Asik buat Belajar Ngembangin Diri: #1 Samuel Suresh

Seminggu kemaren kan aku sakit yang lumayan bikin nggak bisa mikir gitu. Alhasil, pas rada enakan ya cuman liat-liat YouTube aja. Udah lama banget sih nggak eksplor YouTube, atau bahkan eksplor apapun benernya.. I’m lost 🙈

Nah, setelah liat sana-sini, aku nemu 5 channel YouTube yang asik. Kenapa asik? Soalnya channel ini ngasi pengetahuan yang berguna dengan cara yang mudah dicerna plus asik pula. Okeh, mari kita lihat

Belajar caranya belajar bareng Samuel Suresh

Samuel Suresh

Pro: Filosofis, artsy, videonya bagus, berceritanya enak

Cons:

Yang pertama nih aku suka banget channel-nya Samuel Suresh. Video pertama yang aku tonton ya yang di atas itu, tentang gimana cara dia belajar. Emang gimana cara dia belajar?

Dengan bikin pertanyaan!

Jujur aja, aku tuh males belajar. Bosen gitu.. Abisnya kan kita gak ngapa-ngapain. Nah, dengan cara Samuel Suresh ini, kita belajarnya jadi aktif. Pas belajar (ie. baca buku teks, kuliah di kelas) kita jadi mikir ini maksudnya udah paham bener. Plus, bonusnya kalo pas bikin pertanyaan yang bagus banget gitu. Sueneeng 🥳

Kalo pas pertanyaannya basic gimana? Ya gakpapa, kita nggak mesti canggih melulu sih. Lagian, semakin basic pertanyaannya, semakin seru nanti bikin catetan jawabannya 😁

Oke, belajar dengan bikin pertanyaan sih mungkin seru ya.. tapi berguna nggak?

Iya dong. Ini nih katanya alm. Prof. Clayton Christensen

Prof. Clayton Christensen on questions

Gini, ketika kita belajar, entah formal atau informal, pengetahuan kita biasanya mencar-mencar. Nah, pertanyaan bikin kita ngehubungkan antara satu pengetahuan dan pengetahuan lainnya. Kalau istilahnya Samuel Suresh, yang kayaknya dia minjem dari Steve Jobs, connecting the dots. Kurang lebih gini lah gambarannya

Knowledge vs Experience/Questions

Yuuk kita cobain 🕵️‍♀️

PS: Ngomong-ngomong, waktu Dr. Dwi Martani (FEB UI) ke Unej dan ngasi pelatihan, beliau sempat bilang, “Ayo dong kasi saya pertanyaan yang sulit banget sampai nggak bisa jawabnya. Biar berkesan saya ke sininya”

Ya masalahnya kan bikin pertanyaan yang sulit banget alias canggih itu gak gampang yak.. tapi mungkin dengan metode Samuel Suresh ini kita bisa latihan 💪

Pemangku Kepentingan Laporan Keuangan

Siapa aja sih pemangku kepentingan dari laporan keuangan? Yuk kita lihat

  • Manager berkepentingan dengan laporan keuangan untuk memahami kondisi dan kinerja perusahaan secara umum untuk kemudian dikaitkan dengan bagiannya masing-masing. Hal ini juga penting untuk menjaga agar manager tetap memahami gambaran besar visi dan misi perusahaan serta progress untuk mewujudkan visi dan misi tersebut.
  • Pemegang saham memiliki bagian dari perusahaan. Oleh karenanya, tentu ia berharap bahwa perusahaan tersebut akan terus maju dan berkembang ke depannya. Salah satu cara untuk memperkirakan kemungkinan perkembangan perusahaan ke depan adalah melalui analisis data yang ada di laporan keuangan. Di sisi lain, untuk investor jangka pendek yang biasanya lebih peduli pada pergerakan harga saham, laporan keuangan juga penting karena angka laba bisa memiliki pengaruh pada harga saham pada saat pengumuman. Dengan demikian, penting bagi investor jangka pendek untuk melihat kesesuaian angka laba atau mungkin angka akuntansi lainnya dengan ekspektasi pasar sehingga ia dapat memperoleh keuntungan atau menghindarkan rugi.
  • Kreditur memerlukan laporan keuangan untuk memperkirakan kemampuan perusahaan membayar utangnya dengan memperkirakan kinerja ke depannya. Perusahaan yang memiliki kinerja baik dan pengelolaan aset yang baik akan memiliki peluang lebih baik pula untuk membayar utangnya dengan lancar. Analisis kredit merupakan salah satu hal penting yang dipelajari dalam analisis laporan keuangan.
  • Pemasok memerlukan laporan keuangan untuk memperkirakan potensi kerja sama ke depannya. Pemasok dan perusahaan bekerja sama agar perusahaan dapat menghasilkan produk dengan baik. Dengan demikian, sedikit banyak, pemasok memiliki ketergantungan pada perusahaan. Bila perusahaan berkembang dengan baik dan produksinya meningkat maka pasokan yang dibutuhkan juga akan meningkat, demikian pula sebaliknya. Bila perusahaan terkena dampak teknologi yang cukup signifikan dan perlu mengubah metode produksinya, pemasok mungkin juga akan terpengaruh. Oleh karenanya, pemasok perlu selalu update dengan kondisi dan kinerja perusahaan.
  • Karyawan rata-rata berharap dapat memiliki pekerjaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu penting bagi karyawan untuk tahu prospek perusahaan ke depannya. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan perusahaan juga penting untuk negosiasi gaji, posisi, dan sebagainya.
  • Publik secara umum berkepentingan dengan laporan keuangan karena perusahaan-perusahaan tertentu bisa mempengaruhi hajat hidup orang banyak atau menggunakan fasilitas yang didanai oleh uang pajak. Selain itu, kondisi suatu perusahaan yang cukup besar biasanya juga dapat mempengaruhi sejumlah kepentingan publik. Bila kondisi perbankan tidak sehat, misalnya, maka ini akan mempengaruhi masyarakat yang menabung ataupun bertransaksi menggunakan bank tersebut. Hal ini bisa memunculkan kekhawatiran yang dapat meluas ke masyarakat umum yang bukan merupakan konsumen dari bank tersebut.

Photo by sl wong from Pexels

Kalo kamu sakit, apakah kamu akan izin atau tetap masuk kerja?

Di tengah rame tentang virus corona, kemaren muncul pemikiran “Bukannya seharusnya semua orang sakit itu mestinya nggak usah masuk kerja ya? Apalagi untuk sakit menular. Ini merupakan hal bertanggung jawab yang perlu dilakukan biar rekan kerja dan orang-orang sekitar nggak ikut ketularan sakitnya.”

Iya juga sih ya 🤔

Selama beberapa tahun ngajar, aku nggak pernah mewajibkan presensi di kelas. Terserah deh mau hadir atau enggak. Bukan karena pemikiran mulia self-quarantine seperti di atas. Melainkan berdasarkan pemikiran bahwa belajar yang efektif itu adalah yang sukarela. Selain itu, di sisi personal sih aku nggak terlalu suka dipaksa-paksa yah. Jadi terkadang mewajibkan sesuatu terasa berlawanan dengan apa yang aku sendiri pegang atau lakukan. Alhasil ya gitu deh

Dengan tidak mewajibkan presensi di kelas, aku berharap mahasiswa mengatur sendiri kehadirannya. Bahkan kalau dia nggak sakit atau ada kepentingan lain pun, aku masih membebaskan presensi. Pemikiranku, sekarang kan self-learning semakin gampang ya bisa belajar via buku teks, via YouTube, via pembahasan kasus di internet, dan sebagainya. Jadi kalau seorang mahasiswa sudah menguasai subjeknya, ya bebas aja mau hadir di kelas atau enggak. Toh subjeknya sudah dikuasai.

Namun, setelah melakukannya berulang-ulang, membebaskan mahasiswa mengatur sendiri kehadirannya, aku mendapati kenyataan menyebalkan bahwa sejumlah mahasiswa akan absen kalo diberi kesempatan. Bukan karena mereka sakit. Bukan karena ada kepentingan. Pun bukan pula karena menguasai subjeknya. Yang terakhir ini sungguh-sungguh menyebalkan. Trus apa gunanya nggak masuk kalo nggak tambah pinter?

Setelah kupikir-pikir, memang aturanku soal presensi ini sangat nggak umum dan melawan norma umum yang ada. Hampir semua kelas lain, bahkan kampus baru saja mengeluarkan edaran, menganggap bahwa presensi itu penting. Akhirnya apa? Tujuanku dalam konteks kecil (ie kelasku sendiri) kalah dengan norma umum yang dirasakan mahasiswa (ie kampus ataupun pendidikan formal umumnya). Mereka akhirnya tidak melihat kesempatan mengatur presensi sendiri ini sebagai latihan autonomi untuk memilih hal yang lebih efektif buat belajar (eg self-learning vs kelas), namun ya sebagai kesempatan tidak masuk (bolos) aja.

Hmmm… 👊

Alhasil semester ini pun aku sedikit-banyak mewajibkan kehadiran. Well, nggak bener-bener mewajibkan sih tapi siapapun yang nggak hadir hari itu, dengan alasan apapun, wajib “membantu” menjelaskan materi minggu depannya. Sungguh dorongan yang amat sangat efektif.

Nah, tapi baru minggu pertama, aku sudah sakit. Gejala tipus ringan. Masalahnya adalah sakit ini membawa demam dan ketika demam, aku sama sekali nggak bisa berpikir. Bahkan untuk mengganti jadwal saja aku enggan. Alhasil, minggu ke-2 perkuliahan ini akhirnya “libur”

Eniwei, seandainya joke ini sungguh tidak lucu. Aku menghabiskan waktu untuk membuat dan mengambil keputusan “sebaiknya hadir” yang bertentangan dengan kepercayaanku (ie. bahwa presensi seharusnya tidak wajib), bahkan sampai berdebat dengan atasanku segala. Eh baru seminggu mau dijalankan sudah kena batunya sendiri.

Tentu aku bisa dengan mudah nggak masuk karena aku dosennya. Namun ada beberapa masalah di sini.

Pertama, apakah itu fair? Dosen bisa seenaknya nggak masuk tapi kalau mahasiswa “harus” masuk di waktu yang telah ditentukan.

Kedua, salah satu “respon” dari mewajibkan presensi adalah kemudian ada mahasiswa yang cheating. (Psst, ini juga ada dalam edaran.) Terus terang, kalau aku pribadi lebih suka membiarkan mahasiswa tidak masuk daripada mereka berbohong atau berbuat curang.

Ketiga, yang paling penting, apakah bijak? Kalau mahasiswa itu sakit, ya memang sebaiknya dia istirahat di rumah. Biar cepat pulih dan bisa beraktivitas normal. Kalau dia sakit menular, istirahat di rumah jadi lebih penting agar tidak menulari teman-temannya.

Apakah hal itu mungkin dilakukan? Mungkin sih, di sejumlah negara maju atau lingkungan kerja-akademik yang mengadopsi pemikiran semacam itu. Di kita kayaknya enggak ya?

Saya meskipun beruntung memiliki autonomi untuk mengatur jadwal, tetap saja mendapat “sanksi” bila tidak masuk yaitu berkurangnya uang makan. Mahasiswa apalagi, mereka akan tercatat tidak hadir. Padahal persentase hadir atau enggak nantinya akan disertakan dalam file Excel yang digunakan dosen untuk menilai. Alhasil, secara umum, semua orang berusaha masuk meskipun sakit.

Kalau kamu sendiri bagaimana? Apakah izin atau tetap masuk bila sakit?

%d blogger menyukai ini: