Berani gagal?
Gagal itu apa enak? Kita membayangkan suatu hal, mengerjakannya, dan ternyata hal itu nggak berhasil. Eh tapi ada hal yang lebih nggak mengenakkan daripada gagal lho. Apa itu? Konsekuensi gagal. Kadang orang menganggap bodoh orang yang gagal, menganggap mereka tidak mampu, dan, yang lebih parah, mempermalukan orang-orang yang gagal (shaming).
Bagaimana dengan institusi pendidikan seperti sekolah? Lebih parah. Di sekolah, semua hal dihitung, semua hal dipertimbangkan. Kalau ada 10 soal dan jawabanmu salah 2, nilaimu bakal berkurang jadi cuma 8. Sistem yang ada sekarang berkembang untuk membuat orang “tidak gagal.” (PS: Ada kaitannya nggak ya dengan penelitian yang dikutip Sir Ken Robinson sebelumnya?)

Masalahnya lagi, ketika kamu mencoba hal yang baru, gagal merupakan suatu kepastian. Berapa kali dulu jatuh waktu belajar naik sepeda? Berapa kali gak bisa mencapai nada tinggi ketika awal belajar nyanyi? Singkat cerita, sepanjang kita masih muda dan berusaha mengetahui dunia ini, kita pasti akan merasakan gagal.
Bahkan, ketika nanti sudah besar dan memiliki dasar pengetahuan mapan pun, sepanjang kamu mencoba hal yang baru, kamu akan merasakan juga namanya gagal. Edison, misalnya, hanya berhasil membuktikan 2 dari 3.000 eksperimennya.
I speak without exaggeration when I say that I have constructed 3.000 different theories in connection with the electric light, each one of them reasonable and apparently likely to be true. Yet only in two cases did my experiments prove the truth of my theory. – Thomas Alva Edison
Kalau gagal itu pasti, lantas kenapa masih ada yang mau ambil risiko gagal? Kenapa masih mau mencoba dan berusaha menemukan serta menciptakan hal-hal baru?
Di awal mula, kita tahu bahwa menemukan dan menciptakan hal-hal baru merupakan prinsip kerja dasar manusia sehingga bisa bertahan di alam liar yang begitu buas. Kalau menemukan dan menciptakan hal-hal baru itu begitu penting maka pasti ada sistem internal manusia yang mengaturnya kan?
Oke sebelumnya, contoh prinsip kerja dasar manusia yang lebih mudah dipahami adalah ‘tidak berbuat kejahatan.’ Ini adalah dasar agar manusia tidak saling merugikan, menyakiti, dan menghabisi kaumnya sendiri. Apakah ada sistem internal yang mengaturnya? Ya, namanya hati nurani. Ketika kita melakukan suatu kejahatan untuk pertama kalinya, kita akan sangat merasa bersalah. Perasaan bersalah ini penting untuk mencegah kita mengulangi kejahatan yang membahayakan keberlangsungan kaum kita itu sendiri. Walaupun, tentu saja, makin sering kita melakukan kejahatan maka makin mati pula hati nuraninya.
Nah, pada menemukan dan menciptakan hal-hal baru, sistem internal apa yang ada?

Sistem ini namanya flow. Menurut Mihaly Csikszentmihalyi, pionir dan guru soal psikologi positif ini, orang paling bahagia ketika berada dalam kondisi flow tersebut. Kalau dengan menemukan dan menciptakan hal-hal baru lantas kita bisa bahagia, ya siapa yang nggak mau?
Oya sekali lagi, definisi hal-hal baru di sini kontekstual menurut pribadi masing-masing. Snowboarding merupakan hal yang baru buat kebanyakan orang Indonesia, namun hal lawas buat orang yang tinggal di negara bersalju.